Jumat, 30 Desember 2011

sisi gelap dalam dunia maya

DALAM dunia pendidikan, internet (dunia maya) telah mendapat tempat yang sangat terhormat dan strategis. Betapa tidak, teknologi informasi ini telah memberi kemudahan bagi anak sebagai peserta didik untuk menerima maupun memberi informasi.




Sekolah, dalam memperkenalkan keunggulan institusinya, selalu menonjolkan penggunaan internet sebagai indikator penggunaan teknologi informasi, bahkan dikatakan telah menjadi basis pembelajaran. Karena itu, ada sekolah lebih mengutamakan pengadaan internet daripada perpustakaan. Sepertinya semua persoalan pembelajaran di sekolah telah dapat diselesaikan dengan pemanfaatan dunia maya.

Guru yang tidak bisa memanfaatkan dunia maya dalam pembelajaran diberi julukan guru "gagap teknologi" (gaptek). Agar tidak gaptek, mau tidak mau guru tentu ikut bersama peserta didik menyelami dunia maya. Sayang, kebanyakan guru tidak mampu mengikuti perkembangan dunia maya yang begitu pesat. Sebaliknya, peserta didik lebih cepat menguasai dibanding guru. Peserta didik pun memaklumi kondisi gurunya yang masih gaptek.

Namun, kita tidak dapat menutup mata terhadap apa yang diberitakan oleh media massa akhir-akhir ini. Misalnya, empat orang siswa SMA di Tanjung Pinang (Kepulauan Riau) dikeluarkan dari sekolah karena dituduh mengkritik guru lewat facebook. Lepas dari kebenaran informasi yang mereka tulis di facebook itu, ternyata dunia maya telah membuat para siswa itu menghadapi permasalahan yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Padahal, apa yang ditulis oleh siswa di facebook kemungkinan berdasarkan fakta atau sekurang-kurangnya guru kurang bisa menjalin komunikasi dengan peserta didik. Dan, sudah menjadi berita biasa kalau siswa selalu berada pada posisi yang salah. Tampaknya, sekolah lebih memilih menyelamatkan guru daripada siswa. Mudah-mudahan hal itu sudah menjadi bahan bahasan Komisi Perlindungan Anak.

Demikian pula halnya, gara-gara berkenalan lewat facebook, seorang gadis remaja yang sedang duduk di kelas XI SMA di Surabaya nekat pergi ke Jakarta untuk menemui teman pria yang dikenalnya lewat facebook. Kepergian tanpa pamit itu tentu saja menjadi persoalan bagi orangtua. Kejadian itu selanjutnya menjadi urusan polisi karena telah menjurus kepada tindakan pelanggaran hukum.

Kejadian yang tidak diharapkan gara-gara perkenalan lewat dunia maya itu bukanlah pertama kalinya menimpa anak remaja. Tentu saja masih banyak kasus serupa terjadi hingga kini seperti yang diberitakan media massa dan sebagian lagi tidak sampai di media massa. Selain itu, jauh sebelumnya telah beberapa kali juga terungkap bahwa anak mengenal seks bebas lewat dunia maya.



Kebohongan Akademis

Masalah sisi gelap dunia maya tidak saja menjerumuskan anak yang sedang menginjak usia remaja dalam hal penyalahgunaan hubungan seksual, melainkan juga dalam kebohongan akademis di lembaga pendidikan.

Sebagai seorang guru, penulis pernah memberikan tugas kepada siswa untuk membuat karya tulis. Apa yang terjadi? Ternyata banyak di antara siswa menyetor tugas berupa copy-paste dari dunia maya tanpa menyebutkan sumber maupun memberikan analisis sesuai dengan kemampuan mereka. Ternyata, bukan sebatas siswa sekolah menengah saja yang melakukan copy-paste karya orang lain, tetapi juga mahasiswa. Bahkan, baru-baru ini terkuak penjiplakan karya orang lain oleh seorang profesdor di salah satu perguruan tinggi di Bandung.

Lewat dunia maya, penyelesaian tugas dengan copy-paste makin marak pada anak. Mau tidak mau seorang guru dituntut mengenali kemampuan para siswanya dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, guru henndaknya rajin-rajin pula membuka situs-situs di dunia maya yang berkaitan dengan bidang tugasnya. Kalau tidak, peserta didik akan terus melakukan copy-paste dari dunia maya tanpa menyebutkan sumbernya.

Dunia maya terus menyuburkan sikap penjiplakan yang sangat merugikan dunia pendidikan. Kalau saja mereka mau menyebutkan sumbernya, tentu sangat baik. Suatu hal penting yang perlu ditanamkan pada anak dalam menggunakan dunia maya adalah sikap kejujuran untuk menyebutkan sumbernya. Kalau tidak, setelah dewasa tentu akan lebih parah daripada sang profesor yang kedapatan menjiplak karya orang lain.

Penggunaan dunia maya sebagaimana mestinya tentu akan memajukan dunia pendidikan. Zaman sekarang guru dan buku bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Kalau materi pembelajarannya sulit ditemukan lewat buku-buku sumber, dunia mayalah yang akan membantunya. Kekurangan yang ada pada guru maupun buku akan dilengkapi oleh sumber yang ada pada dunia maya.

Persoalannya, sudahkah para guru juga memanfaatkan dunia maya untuk menambah wawasannya? Kalau guru hanya menyuruh siswa mencari sumber belajar dari dunia maya sedangkan guru sendiri masih gaptek, maka guru akan mudah dibohongi oleh siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas, apalagi guru yang malas mengoreksi tugas-tugas yang dikumpulkan siswa. Kondisi seperti ini tentu akan ikut memunculkan kebohongan pada dunia akademis. Jadi, selain memberi kemudahan dalam dunia pendidikan, dunia maya juga menumbuhsuburkan kebohongan.



Perlu Pengawasan

Kita juga tidak dapat menutup mata bahwa anak ke internet lebih banyak mencari sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan tugas sekolah. Sepanjang tidak menjurus ke hal-hal yang negatif tentu tidak salah. Tetapi, guru maupun orang tua yang tergolong gaptek akan sulit untuk mengawasi perilaku anak dalam memanfaatkan dunia maya.

Anak minta izin ke warnet, akan mengatakan ada tugas dari sekolah, padahal ia mencari sesuatu yang pada akhirnya menjerumuskan dirinya sendiri. Sudah banyak kasus yang menjerumuskan anak gara-gara dunia maya. Karena itulah perlu dicarikan jalan keluarnya bagaimana cara meminimalkan dampak negatif dunia maya.

Untuk meminimalisasi dampak negatif dunia maya, perlu pengawasan dari berbagai pihak. Pengawasan pertama tentu orangtua, kemudian guru di sekolah. Pengawasan dari orangtua maupun guru yang gaptek tampaknya akan mengalami kesulitan. Bagaimana bisa mengawasi jika lika-liku dunia maya tidak dikuasainya? Itulah tantangan bagi orangtua dan guru menghadapi perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Orangtua maupun guru selalu kalah cepat daripada anak.

Mengingat kebanyakan orangtua dan guru kurang menguasai teknologi informasi, sudah sepatutnya pemerintah terutama Kementerian Komunikasi dan Informasi melindungi anak-anak dari pengaruh negatif dunia maya. Situs-situs yang tidak layak dibuka oleh anak-anak perlu ditertibkan. Kalau tidak, kemajuan teknologi informasi justru akan menjerumuskan generasi muda. Kemajuan teknologi akan menghancurkan masa depannya.

Korban dunia maya sudah banyak, tidak perlu ditambah lagi. Korban jangka pendek dari teknologi informasi seperti apa yang diberitakan oleh media massa akhir-akhir ini sudah banyak terjadi, jangan ditambah lagi. Sedangkan sisi negatif jangka panjang, dunia maya akan menumbuhsuburkan penjimplakan karya orang lain, kebohongan akademis. Memang persoalannya bukan pada dunia maya itu melainkan akibat krisis mental pada penggunanya.

0 komentar:

Posting Komentar

Archive

Postingan Populer